Minggu, 21 Desember 2014

TAHAPAN PROSES PERADILAN MENURUT KUHAP


A. Penangkapan
Penangkapan, menurut KUHAP, adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Jika disederhanakan, penangkapan adalah pengekangan sementara waktu tersangka atau terdakwa.
Siapa saja yang berwenang untuk menangkap? Polisi, jaksa dan PPNS dalam kapasitasnya sebagai penyidik, petugas bea cukai terhadap pelaku penyelundupan, dan lain-lain yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Apakah penangkapan memerlukan Surat Perintah Penangkapan? Ya, kecuali jika pelaku perbuatan pidana tertangkap tangan sedang melakukan kejahatan.
Apa saja isi Surat Perintah Penangkapan? Isi Surat Perintah Penangkapan secara garis besar adalah:
  • identitas tersangka;
  • alasan penangkapan;
  • uraian singkat tentang kejahatan yang dipersangkakan; dan
  • tempat pemeriksaan dilakukan.
Sementara lamanya waktu penangkapan adalah:
  • 1×24 jam secara umum; dan
  • 7×24 jam untuk tindak pidana terorisme.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam penangkapan:
  • penangkapan tidak dilakukan terhadap tindak pidana pelanggaran (seperti melanggar lalu lintas);
  • status orang yang ditangkap bukan tersangka;
  • praperadilan adalah upaya hukum bagi penangkapan yang tidak sah, misalnya kesalahan identitas.
B. Penahanan
Menurut KUHAP, penahanan adalah upaya paksa menempatkan tersangka/terdakwa di suatu tempat yang telah ditentukan karena alasan dan dengan cara tertentu.
Apakah syarat-syarat dari penahanan? Ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu (1) syarat obyektif [yuridis] dan (2) syarat subyektif [necessitas]. Untuk syarat obyektif, penjabarannya adalah:
  • diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih; atau
  • diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 tahun untuk tindak pidana tertentu, seperti perbuatan yang tidak menyenangkan, percobaan, desersi, penganiayaan dengan rencana, dan lain-lain [lihat KUHAP pasal 21 ayat (4c)]
Sementara untuk syarat subyektif penahanan, sebenarnya lebih kepada kekhawatiran dari penyidik saja. Kekhawatiran apa saja? Yaitu khawatir tersangka akan:
  • melarikan diri;
  • menghilangkan barang bukti; atau
  • mengulangi tindak pidana.
Lamanya total maksimum penahanan adalah:
  1. 120 hari untuk perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara 9 tahun atau lebih (20 hari + 40 hari + 30 hari + 30 hari);
  2. 60 hari untuk perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 9 tahun.
Adapun masa waktu penahanan untuk semua tahap, termasuk tahap ajudikasi dan pasca-ajudikasi, penjabarannya adalah sebagai berikut:
  1. Penahanan polisi atau pejabat lain: 20 hari. Dapat diperpanjang maksimum 40 hari dengan izin dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga totalnya 60 hari;
  2. Penahanan atas perintah JPU: 20 hari. Dapat diperpanjang maksimum 30 hari dengan izin Ketua Pengadilan Negeri (PN). Sehingga waktu maksimumnya 50 hari;
  3. Penahanan atas perintah Hakim PN: 30 hari. Dapat diperpanjang maksimum 60 hari dengan izin Ketua PN. Jadi totalnya 90 hari.
  4. Penahanan atas perintah Hakim Pengadilan Tinggi (PT): 30 hari. Dapat diperpanjang menjadi maksimum 90 hari dengan izin Ketua PT. Sehingga maksimumnya adalah 90 hari;
  5. Penahanan atas perintah Mahkamah Agung (MA): 50 hari. Dapat diperpanjang maksimum 60 hari. Sehingga totalnya 110 hari. Perlu dicatat bahwa tujuan penahanan adalah untuk pemeriksaan kasasi.
Upaya hukum dari penahanan adalah:
  • Surat Permohonan Penangguhan Penahanan, yaitu permohonan agar penahanan tersangka ditangguhkan dengan jaminan orang (keluarga), jaminan uang (dalam praktik minimal 50 juta rupiah), atau jaminan orang dengan kompensasi uang;
  • Surat Permohonan Pengalihan Penahanan, yaitu permohonan agar penahanan tersangka dialihkan dari penahanan rutan menjadi penahanan rumah atau penahanan kota. Dalam praktik, biasanya keluarga/advokat tersangka mengajukan Surat Permohonan Penangguhan/Pengalihan Penahanan;
  • Praperadilan, yang bersifat post factum, artinya praperadilan dapat dilakukan apabila sudah terjadi penahanan; atau
  • Keberatan, yang diajukan oleh tersangka, keluarga, atau advokat dari tersangka.
Apabila penangguhan/pengalihan penahanan dikabulkan oleh penyidik, biasanya tersangka akan dikenai wajib lapor. Contohnya, wajib lapor dua kali dalam seminggu setiap Senin dan Kamis di Resmob Bareskrim Mabes Polri.
Apakah hakim dapat memerintahkan terdakwa untuk ditahan setelah diputus bersalah? Ya, hakim dapat memerintahkannya berdasarkan KUHAP Pasal 29 ayat (2a). Bahkan, wajib untuk tindak pidana korupsi.
Namun demikian, hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam penahanan adalah sebagai berikut:
  • penahanan konsepnya hanya merupakan accessoir (tambahan), artinya dilakukan untuk keperluan pemeriksaan. Jadi jika ada seseorang yang ditahan 60 hari, namun hanya diperiksa 2 hari, artinya ada kesalahan di sini;
  • Apabila tersangka/terdakwa sudah melewati masa penahanan maksimum (termasuk perpanjangan), namun pemeriksaan belum selesai, maka demi hukum orang tersebut harus dikeluarkan dari tahanan.
Terkait dengan masa penahanan, berapa pengurangan dari (hukuman) pidana penjara yang dijatuhkan?
  • penahanan kota -> 1/5 dari jumlah lamanya waktu penahanan;
  • penahanan rumah -> 1/3 dari jumlah lamanya waktu penahanan;
  • penahanan rutan -> dikurangkan sesuai dengan jumlah lamanya waktu penahanan (penuh);
  • pembantaran -> apabila tersangka yang seharusnya ditahan, tetapi dirawat di rumah sakit, maka tidak dihitung sebagai masa penahanan, sehingga tidak dikurangkan sama sekali
C. Alat Bukti
Alat bukti dalam hukum acara pidana, yaitu:
  1. keterangan saksi;
  2. keterangan ahli;
  3. surat;
  4. petunjuk, yang diperoleh dari keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan surat;
  5. keterangan terdakwa; dan
  6. resume, yaitu ikhtisar dan kesimpulan dari BAP.
Apakah alat bukti (evidence) sama dengan barang bukti (physical evidence)? Tidak. Barang bukti adalah:
  1. barang yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana;
  2. barang hasil dari perbuatan pidana; dan
  3. barang yang berhubungan dengan perbuatan pidana.
D. Penyerahan Berkas Perkara
Setelah penyidikan dilakukan, penyidik menyerahkan berkas perkara kepada jaksa. Pertanyaannya, diserahkan kepada jaksa yang mana? Berkas perkara diserahkan kepada jaksa peneliti, bukan JPU. Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung No. 518/A/JA/11/2001 (1 November 2001) tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana, hasil dari pemeriksaan jaksa peneliti adalah sebagai berikut:
  1. P-21: pernyataan berkas perkara sudah lengkap;
  2. P-18: pernyataan berkas perkara belum lengkap; dan
  3. P-19: lampiran dari P-18 berisi petunjuk apa-apa saja yang harus dilengkapi, misalnya soal rekonstruksi, soal saksi ahli, dan lain-lain.
Adapun P-16 merupakan tanggapan jaksa peneliti setelah penyidik menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). P-16 merupakan Surat Perintah Penunjukkan JPU untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tindak pidana.
Pada perkara korupsi, baiknya JPU memaksimalkan pemeriksaan tambahan/penyidikan lanjutan agar berkas perkara tidak bolak-balik dari tangan penyidik ke JPU dan sebaliknya.
E. Praperadilan (Habeas Corpus)
Praperadilan merupakan sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengawasi penggunaan upaya-upaya paksa (dwang midelen) yang dilakukan oleh institusi kepolisian dan kejaksaan sebelum pemeriksaan pokok perkara.
Di Indonesia. yang dapat di-praperadilan-kan bukan menyangkut substansi atau materil, melainkan hanya dari sisi administratif belaka (sayangnya!), misalnya keluarga tersangka tidak diberikan tembusan surat penahanan, bukan untuk menguji apakah sudah ada bukti permulaan yang cukup (probable cause) untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka serta menahannya.
Apa saja yang dapat di-praperadilan-kan? Pada pokoknya ada lima, yaitu:
  • sah atau tidaknya penangkapan;
  • sah atau tidaknya penahanan;
  • sah atau tidaknya penghentian penyidikan;
  • sah atau tidaknya penghentian penuntutan; atau
  • sah atau tidaknya benda yang disita, jika benda tersebut tidak masuk ke dalam pembuktian.
Adapun alasan-alasan mengenai sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan adalah:
  • penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang didasarkan pada undang-undang, misalnya polisi menahan tersangka tanpa menunjukkan surat tugas atau surat penahanan;
  • keliru mengenai orang; atau
  • keliru mengenai hukumnya.
Sementara yang dapat dituntut dari praperadilan terhadap sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan adalah:
  • ganti kerugian yang dimintakan oleh tersangka, ahli warisnya, keluarganya, kuasanya, atau pihak ketiga yang berkepentingan; dan/atau
  • rehabilitasi yang diminta oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan, seperti rehabilitasi nama di koran nasional.
Berapa jumlah ganti kerugian yang dapat dimintakan? Besarnya adalah 5 ribu sampai 3 juta rupiah.
Adakah pengecualian penghentian penyidikan atau penuntutan yang tidak dapat di-praperadilan-kan? Ada, yaitu penghentian penuntutan demi kepentingan umum (deponeering) yang dilakukan oleh jaksa. Sementara untuk penghentian penyidikan, tidak ada pengecualiannya.
Siapa saja yang dapat mem-praperadilan-kan penghentian penyidikan? Yang dapat melakukannya, yaitu:
  • jaksa penuntut umum; atau
  • pihak ketiga yang berkepentingan.
Siapa saja yang dapat mem-praperadilan-kan penghentian penuntutan? Yang dapat memintakannya adalah:
  • penyidik; atau
  • pihak ketiga yang berkepentingan.
Apakah tersangka bisa mem-praperadilan-kan penghentian penyidikan atau penuntutan? Ya, dengan meminta ganti kerugian dan/atau rehabilitasi selama perkara tidak diajukan ke PN. Tak hanya tersangka, pihak ketiga yang berkepentingan juga dapat memintakan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi.
Bagaimana jika sebuah perkara sudah mulai diperiksa di PN, sementara pemeriksaan mengenai permintaan praperadilan belum selesai? Jika demikian, permintaan praperadilan tersebut menjadi gugur.
Apakah masih dapat diajukan permintaan praperadilan di tingkat penuntutan jika sudahputusan praperadilan di tingkat penyidikan? Ya, masih dapat diajukan lagi, asalkan dengan permintaan praperadilan yang baru.

Apakah penggeledahan yang tidak sah juga dapat di-praperadilan-kan? Tentu saja dapat, misalnya penggeledahan dilakukan tanpa surat penggeledahan, penggeledahan kantor, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar