Kamis, 13 Februari 2014

Mengenal Teori Propaganda

Mengenal Teori Propaganda



Setiap kata adalah agitasi, setiap tulisan adalah propaganda,
setiap interaksi/tindakan adalah pengorganisiran.
Sebuah Pengantar
Propaganda adalah penyebarluasan pengetahuan tentang situasi kongkrit yang ada kepada individu, kelompok, maupun massa luas secara sistematis dan terus menerus guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mereka sehingga tergerak untuk bertindak mengubah keadaan. Kerja propaganda merupakan pekerjaan kebudayaan yang kita lakukan untuk membebaskan tingkat kebudayaan mahasiswa. Pada saat ini banyak mahasiswa yang mempunyai kesadaran terbelakang akibat hegemoni budaya imperialis, feodal, yang dihembuskan oleh rezim boneka maupun birokrasi kampus.
Contoh bentuk-bentuk kebudayaan yang terbelakang dalam diri mahasiswa yang sering kita jumpai diantaranya : ketika SPP kampus naik, dia mengatakan “yah, mau bagaimana lagi”. Atau contoh yang lain adalah mahasiswa seringkali tidak mengetahui manfaatnya berorganisasi, menganggap demonstrasi itu percuma, dan lain-lainnya. Sikap apatis, diam, dan pragmatis yang ada dalam diri mahasiswa merupakan bentuk kesadaran yang terbelakang dari mahasiswa, dan hal yang demikian memang sudah tertanam dalam masyarakat kita, khususnya mahasiswa, sejak lama dibawah dominasi imperialisme dan neoliberalisme.
Untuk itulah, dengan melihat kesadaran dan tingkat kebudayaan mahasiswa yang demikian, maka propaganda massa memegang peranan penting dalam meningkatkan kesadaran massa dan membuatnya bergerak mengubah keadaan. Propaganda mempunyai peranan penting dalam membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan massa. Propaganda yang kita lakukan adalah langsung ke tengah massa di pusaran lubuk hati dan pikirannya.
Prinsip Propaganda
1) Ilmiah
Mempunyai pandangan yang ilmiah berarti kita harus mengeri tentang gejala dan hakekat. Artinya kita harus mengerti tentang akar masalah dari persoalan yang muncul dikalangan massa mahasiswa. Prinsip untuk selalu menyebarluaskan ide dan tindakan yang nasionalis, demokratis, dan kerakyatan harus kita pegang untuk memajukan tingkat kebudayaan mahasiswa.
2) Belajar dari massa
Harus kita mengerti bahwa massa adalah pahlawan yang sebenarnya. Tanpa pengertian ini tidak mungkin kita memperoleh pengetahuan yang paling rendah sekalipun. Dengan belajar pada massa kita akan tahu tentang situasi yang sedang terjadi. Sebelum kita menjadi guru dari massa, terlebih dahulu kita adalah menjadi murid dari massa. Proses timbal balik antara kita dan massa adalah laksana “ikan dan air”.
3) Jujur
Propaganda harus berdasarkan pada fakta akan data yang sesungguhnya dan panduan garis politik untuk bertindak yang tepat. Makna pendidikan adalah muatan penting dalam melakukan kerja propaganda. Tanggapan massa dalam menerima dan mengerti isi propaganda adalah langkah awal untuk mempertinggi kesadarannya dalam bentuk aksi yang nyata. Propaganda bukanlah penyebarluasan informasi yang dikurang-kurangi atau dilebih-lebihkan.
 4) Berkesinambungan.
Propaganda tidak dapat dilakukan dengan hanya satu atau dua kali pekerjaan. Namun karena situasi dan kondisi massa di bawah penindasan kultural imperialisme dan feodalisme telah mengakar, maka propaganda harus dilakukan terus menerus dan meningkat sedikit demi sedikit.
5) Sesuai dengan pikiran dan perasaan massa
Garis massa adalah yang melandasi prinsip ini. Kita harus menyerap dalam-dalam apa yang kita dapat dari massa, tentu saja akan sangat tidak teratur dan apa adanya namun itulah massa selalu jujur dengan situasi yang ada. Tugas kita adalah mensistematisasinya, memberikan garis yang benar dan memberikannya kepada massa sedikit demi sedikit sampai mengerti.
Garis massa dalah prinsip yang melandasi semua pekerjaan sehari-hari. Prinsipnya adalah “dari massa untuk massa”. Segala sesuatunya datang dari massa, dilaksanakan oleh massa dan dikembalikan kepada massa. Apapun yang datang dari massa, sesuai dengan tingkat kesadarannya, akan terpisah-pisah dan tidak sistematis. Tugas kita adalah membuatnya menjadi sistematis, menganalisis berdasarkan cara berpikir yang benar, dan memberikan panduan dan keputusan untuk kita kembalikan pada massa. Demikian seterusnya.
Dalam prakteknya massa tetap memerlukan pimpinan yang tepat, sehingga kehendak dari massa bisa diarahkan untuk mencapai kemenangan. Sebaliknya, pimpinan adalah pedoman, poros dan sekaligus cermin dari massa. Pimpinan adalah hasil perasan dari massa, maka pimpinan merupakan kualitas termaju dari massa. Agar pimpinan tidak ditentang, ditinggalkan dan akhirnya tenggelam, pimpinan harus hidup dan berada di tengah-tengah massa. Untuk itu, kita mulai dari kebutuhan massa yang obyektif dan sedikit demi sedikit kita tingkatkan kesadarannya.
Yang perlu kita hindarkan adalah :
- Komandoisme:
Seakan-akan kita tahu massa, jadi kita main perintah, duduk dibelakang meja dan ongkang-ongkang kaki. Inilah cara berfikir dan bertindak komandoisme. Tidak mengindahkan perlunya hidup ditengah-tengah massa dan bekerja bersama massa. Tetapi berdiri terpisah dan jauh dengan massa. Maka cara bertindak seperti ini bukanlah jalan massa.
- Buntutisme:
kita hanya mengikuti massa, kita tidak berinisiatif untuk membangkitkan mereka. Berdiri di barisan paling belakang dari massa, dengan membiarkan kesalahan-kesalahan yang ada pada massa. Tidak berusaha membetulkannya apalagi mengarahkan dan memimpinnya. Berfikiran bahwa “suara massa adalah suara tuhan”, sehingga semuanya dianggap benar. Bahwa massa sudah memiliki tingkat kesadaran yang maju. Inilah bentuk buntutisme yang akirnya akan merugikan massa itu sendiri dan menguntungkan musuh.
Kedua hal tersebut adalah yang akan merintangi kemajuan gerakan mahasiswa demokratis dalam memperjuangkan hak-haknya melawan imperialisme dan feodalisme. Agar kita dapat tepat menghindari kedua hal tersebut kita harus menjalankan garis massa dengan tepat, melalui: langgam kerja yang demokratis, selalu berada dekat dengan massa, menyelenggarakan diskusi kolektif dengan massa, melakukan investigasi sosial dan analisis kampus.
Selain hal tersebut diatas, beberapa prinsip garis massa yang harus digenggam secara teguh adalah:
a. mengerti kepentingan massa
b. memperhatikan perasaan massa
c. mendengar suara massa
d. mempercayai dan menyimpulkan pikiran massa
e. mengarahkan dan memimpin kehendak massa

Terdapat empat bentuk propaganda :
1) Lisan.
Propaganda yang dilakukan secara lisan dengan teknik retorika dan persuasif maupun gesture tubuh propagandis untuk menarik simpati para pendengar.
2) Tulisan.
Bentuk tertulis dari pekerjaan propaganda akan memudahkan massa untuk selalu mengingat tentang isi materi propaganda yang diberikan, dan akan memperluas jangkauan sekaligus dapat mempertahankan proporsionalitas propaganda dari pengurangan atau pelebihan materi. Sebagai seorang propagandis kita juga harus belajar dan terus memperbaiki kemampuan menulis agar sesuai dengan situasi dan kondisiyang berkembang.
3) Visual.
Adalah produk propaganda yang menampilkan gambar hidup atau mati yang dapat memberikan informasi mengenai isi materi propaganda. Contoh: poster, film, lukisan, patung dan lain-lain.
4) Kultural.
Adalah propaganda dan pendidikan yang digabungkan dengan kerja seni dan sastra. Propaganda ini akan lebih menarik perhatian massa bila sesuai dengan tingkat kebudayaan massa, namun akan membosankan bila terlampau jauh. Contoh: pementasan drama, teater, lawakan, dan sebagainya.

Beberapa beberapa metode atau cara propaganda
1) Kunjungan rumah ke rumah.
Metode ini akan mendekatkan kita secara emosional kepada massa dan membuat kita semakin mengerti penghidupan dan perjuangan. Dalam berkunjung, kita bukanlah tamu yang harus dilayani namun kita adalah kerabat dan kawan seperjuangan massa. Sehingga kita harus juga membantu massa dalam kegiatan rumah tangga yang sering kita anggap remeh temeh. Di samping itu, janganlah menolak apa yang diberikan massa namun ambilah secukupnya dan jangan berlebih karena akan memberatkan massa.
2) Pendidikan dan kursus massa.
Di sini kita akan menyebarluaskan garis politik demokrasi nasional untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan massa sesuai dengan kepentingan sosialekonomi kelasnya (perjuangan kelasnya).
3) Ceramah ilmiah.
Propaganda yang kita berikan dalam forum-forum ilmiah (seperti simposium, diskusi, seminar, kuliah, dan lain-lain). Propaganda ini menggabungkan ketrampilan propaganda lisan dan tulisan agar dapat menyajikan akurasi yang dapat menjelaskan.
4) Pidato politik.
Pidato yang dilakukan dalam forum-forum luas di mana massa berkumpul (seperti pertemuan massa, demonstrasi, dan lain-lain) dan di tempat di mana massa beraktivitas. Untuk kegiatan di tempat massa berkumpul perlu mendapat studi terlebih dahulu mengenai situasi massa, keamanan yang ada, karakter massa, dan koordinasi dengan bentuk propaganda yang lain (misalnya penyebaran selebaran). Agar supaya kita tidak terkucil dan mendapat respons positif.
5) Pertemuan Massa.
Adalah pertemuan-pertemuan rutin atau temporer yang melibatkan massa. Pertemuan ini bisa atas inisiatif kita atau memang sudah menjadi kebiasaan massa (rapat mahasiswa, dan lain-lain). Bila pertemuan adalah inisiatif kita, maka harus jelas agenda, tujuan, dan manfaatnya pada massa.
6) Pembuatan grup diskusi atau grup pembaca publikasi.
7) Pemutaran film, penyelenggaraan acara seni dan budaya.
8) Pembuatan publikasi (koran, buletin, jurnal,buku,pamflet).
Propaganda yang efektif adalah dengan mengkombinasikan propaganda solid dan luas. Propaganda solid terbatas pada group kontak yang kita pegang. Misalnya dengan cara kunjungan rumah ke rumah atau melalui group diskusi. Sedangkan propaganda luas tidak terbatas pada group kontak tapi juga mahsasiswa secara luas, melalui seminar, kursus massa, pertemuan mahasiswa dan lain-lain. Jangan sampai kita terjebak pada pekerjaan propaganda solid saja atau propaganda luas saja, karena hal tersebut akan melemahkan kita dalam usaha membangkitkan, menggerakkan, dan mengorganisasikan mahasiswa secara luas.

Kisman al fakir

TEORI KOMUNIKASI

TEORI KOMUNIKASI

BAB I
PENDAHULUAN

I.I DEFINISI PROPAGANDA

Propaganda berasal dari bahasa Latin modern yaitu propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan. Dalam arti lebih luas propaganda yaitu suatu rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya.
Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan dimana umumnya isi propaganda hanya menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu.
Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki pelaku propaganda.
Sebagai komunikasi satu ke banyak orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya. Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang ahli dalam teknik penguasaan atau kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis, setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol sosial.




I.A Macam-macam definisi propaganda

Definisi propaganda modern
Propaganda adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan.
—Garth S. Jowett and Victoria O'Donnell, Propaganda And Persuasion

Definisi teori menurut para ahli :

Jacques Ellul mendefinikan propaganda sebagai komunikasi yang “digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, diersatukan secara psikologis dan tergabungkan di dalam suatu kumpulan atau organisasi. Bagi Ellul, propaganda erat kaitannya dengan organisasi dan tindakan, yang tanpa propaganda praktis tidak ada.
Dalam Everyman's encyclopedia, propaganda merupakan suatu seni untuk menyebarkan dan meyakinkan suatu kepercayaan, khususnya kepercayaan agama atau politik.
Leonard W. Dobb, sebagai pakar opini publik, menyatakan bahwa propaganda merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh individu-individu yang berkepentingan untuk mengontrol sikap kelompok termasuk dengan cara menggunakan sugesti, sehingga berakibat menjadi kontrol terhadap kegiatan kelompok tersebut.
Jozef Goebbels, Menteri Propaganda Nazi di zaman Hitler, mengatakan: "Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya." Tentang kebohongan ini, Goebbels juga mengajarkan bahwa kebohongan yang paling besar ialah kebenaran yang diubah sedikit saja.

1.II TUJUAN PROPAGANDA

Propaganda bertujuan untuk menyebarkan ide, informasi, atau rumor untuk membantu atau melukai suatu institusi, atau seseorang.
Propaganda bertujuan untuk mengubah opini, sikap, dan perilaku individu/kelompok, dengan teknik-teknik memengaruhi.

1.III LATAR BELAKANG MASALAH

Propaganda adalah suatu seni persuasi yang di mana yaitu suatu sikap yang berbentuk atau membujuk orang lain. Permasalahannya terkadang propaganda digunakan oleh penguasa untuk mencari dukungan dari rakyatnya. Dan akhirnya prestasi penguasa itu dipaparkan secara berlebihan sehingga muncul suatu mitos dari berbagai kepercayaan di kalangan massa akan kehebatan dan keperkasaan para penguasa. Dengan demikian, hampir disetiap upaya untuk mempengaruhi opini publik, termasuk lobi, iklan komersial, dan pekerjaan misi, dapat secara luas dianggap sebagai propaganda. Sindiran terhadap propaganda dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan kuno (misalnya, Retorika Aristoteles),namun penggunaan terorganisir propaganda tidak berkembang sampai setelah Revolusi Industri, ketika instrumen modern propagandis komunikasi diaktifkan pertama lalu dengan mudah menjangkau audiens massa.


BAB II

2.I Pengertian propaganda

Propaganda merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Propaganda sendiri berasal dari kata propagare artinya menyebar, berkembang, mekar. Carl I Hovlan menambahkan bahwa propaganda merupakan usaha untuk merumuskan secara tegar azas-azas penyebaran informasi serta pembentukan opini dan sikap. Propaganda timbul dari kalimat sacra congregatio de propaganda fideatau dari kata Congregatio de propaganda fide atau Congregation for the Propagandation of Faith tahun 1622 ketika Paul Grogelius ke 15 mendirika organisasi yang bertujuan mengembangkan dan mengembangkannya agama katolilk Roma di Italia dan Negara lain.
Karya Klasik Lasswell, Propaganda Technique in the World war (1927) mengajukan salah satu usaha hati-hati yang pertama kali mendefenisikan Propaganda: “Propganda semata merujuk pada control opini dengan symbol-simbol penting, atau berbicara secara lebih konkret dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar, atau bentuk-bentuk komunikasi social lainnya. (Seperti yang di kutip oleh Werner J. Severin –Jamesa W Tankard ,Jr. Teori Komunikasi, dalam Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, Terapan di Dalam Media Massa.)
Kata 'propaganda' berasal dari bahasa Latin. Awalnya berarti 'gagasan untuk disebarkan ke sekeliling'. Namun dalam Perang Dunia I, artinya berubah menjadi 'gagasan politik yang ditujukan untuk menyesatkan. Selain itu juga tokoh-tokoh komunikasi dan para ahli yang lainnya mencoba memberikan defenisi propaganda, diantaranya:

Enclyclopedia International
Propanda adalah suatu jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang disampaikan. Arti dari propaganda dikemukan sebagai konsep popular yang cenderung menumbuhkam suatu kecurigaan dan rasa takut terhadap kekuatan dipropaganandis.

Enclyclopedia berbahasa Indonesia On Line (wikkipedia).
Propaganda ialah sebuah informasi. Informasi itu telah dirancang agar orang merasakan cara tertentu atau mempercayai sesuatu. Infomasi itu biasanya bersifat politik.

Lasswell
Propaganda dalam arti yang luas, adalah tekhnik untuk mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanifulasikan sepresentasinya (representasi dalam hal ini berarti kegiatan atau berbicara untuk suatu kegiatan kelompok).

Barnays
Propaganda modern adalah suatu usaha yang bersifat konsisten dan terus menerus untuk menciptakan atau membentuk peristiwa-peristiwa guna mempengaruhi hubungan public terhadap suatu uasha atau kelompok.

Drs. R.A Santoso Sastropoetro
Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan tingkah laku dari penerimaan komunikan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh komunikator.

Prof. Onong Uchyana Efendi
Propanganda adalah komunikasi yang dilakukan secara berencana, sistematis dan berulang-ulang untuk mempengaruhi seseorang, khalayak atau bangsa agar melaksanakan kegiatan tertentu denga kesadaran sendiri tanpa paksa atau dipaksa.

Drs. R. Roekomy
Propaganda adalah usaha mempengaruhi orang lain berdasarkan factor-faktor psikologis tentang sesuatu yang baru atau belum diakui kebenarannya agar terbuat sesuai dengan yang dirahapkan.

Prof. Dr. mar`at
Propanganda itu adalah suatu tekhnik, cara atau usaha yang sistematis serta sungguh-sungguh dipikirkan secara mendalam dimana tekhnik atau cara/usaha ini dilakukan baik oleh seseorang maupun sekelompok orang untuk mempengaruhi pendapat atau sikap orang lains atau kelompok lain.

Prof. DR.H.C.J. Duyker
Bahwa siapapun yang melakukan propaganda meyebarkan pesan-pesan, mempunyai keinginan untuk mengubah sikap, pendapat, tingkah laku dari sesame manusia sebagai objeknya.

William Albig
Pada awalnya kegiatan propaganda didasarkan pada kokunikasi dari mulut ke mulut dan media cetak yang mencapai kelompok kecil.


2.2. Unsur-Unsur Propaganda.

Dalam propaganda ada beberapa unsur-unsur terbentuknya sebuah komunikasi, diantaranya:

1. Adanya komunikator, penyampaian pesan.
2. Adanya Komunikan atau penerima pesan/ informasi.
3. Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menetukan isi dan tujuan yang hendak dicapai.
4. Pesan tertentu yang telah di-“encode” atau dirumuskan sedemikian rupa adar mencapai tujuannya yang aktif.
5. Sarana atau medium (media), yang tepat dan susuai atau serasiu dengan situasi dari komunikan.
6. Teknik yang seefektif mungkin, yang dapat memberikan pengaruh yang secepatnyadan mampu mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau pola yang ditentukan oleh komunikator.
7. Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda yang bersangkutan.
8. Tercapainya tujuan kepada aspek kognitif, afektif dan konatif.

2.3. Tipologi propaganda
Propagandis mencoba untuk mengarahkan opini publik untuk mengubah tindakan dan harapan dari target individu. Yang membedakan propaganda dari bentuk-bentuk lain dari rekomendasi adalah kemauan dari propagandis untuk membentuk pengetahuan dari orang-orang dengan cara apapun yang pengalihan atau kebingungan.
Propaganda adalah senjata yang ampuh untuk merendahkan musuh dan menghasut kebencian terhadap kelompok tertentu, mengendalikan representasi bahwa itu adalah pendapat dimanipulasi. Metode propaganda termasuk kegagalan untuk tuduhan palsu.
propaganda dapat digolongkan menurut sumbernya:

"propaganda putih" berasal dari sumber yang dapat diidentifikasi secara terbuka.
"propaganda hitam" berasal dari sumber yang dianggap ramah akan tetapi sebenar-benarnya bermusuhan.

"propaganda abu-abu" berasal dari sumber yang dianggap netral tapi sebenarnya bermusuhan.

Propaganda telah berkembang dalam perang psikologis di mana propaganda menemukan ekstensinya. Propaganda politik yaitu melibatkan usaha pemerintah, partai atau golongan untuk pencapaian tujuan strategis dan taktis.
Propaganda sosiologi yaitu melakukan perembesan budaya kemudian masuk ke dalam lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik. 

2.4. Teknik-teknik propaganda

Pemberian julukan (Name calling) adalah penggunaan julukan untuk menjatuhkan seseorang, istilah, atau ideologi dengan memberinya arti negatif.
Glittering Generality (Glittering Generality) adalah penyampaian pesan yang memiliki implikasi bahwa sebuah pernyataan atau produk diinginkan oleh banyak orang atau mempunyai dukungan luas.
Teknik transfer adalah suatu teknik propaganda dimana orang, produk, atau organisasi diasosiasikan dengan sesuatu yang mempunyai kredibilitas baik/ buruk.
Tebang pilih (Card stacking) adalah suatu teknik pemilihan fakta dan data untuk membangun kasus dimana yang terlihat hanya satu sisi suatu isyu saja, sementara fakta yang lain tidak diperlihatkan.
Penyamarataan yang berkilap (Glittering generalities) adalah teknik dimana sebuah ide, misi, atau produk diasosiasikan dengan hal baik seperti kebebasan, keadilan, dan demokrasi.
Manusia biasa (Plain folks) adalah salah satu teknik propaganda yang menggunakan pendekatan yang digunakan oleh seseorang untuk menunjukkan bahwa dirinya rendah hati dan empati dengan penduduk pada umumnya.
Cara ini banyak digunakan untuk kampanye untuk memperoleh kekuasaan politik (kursi presiden, bupati, pemerintah daerah). Biasanya acara telah dirancang sedemikian rupa saat individu yang dicalonkan lewat, maka ia akan mencium bayi, bersalaman dengan orang biasa, hingga memeluk orang.

2.5. Komponen propaganda

Pihak yang menyebarkan pesan, berupa komunikator, atau orang yang dilembagakan/lembaga yang menyampaikan pesan dengan isi dan tujuan tertentu.
Komunikan atau target penerima pesan yang diharapkan menerima pesan dan kemudian melakukan sesuatu sesuai pola yang ditentukan oleh komunikator.
Pesan tertentu yang telah dirumuskan sedemikian rupa agar mencapai tujuannya dengan efektif.
Sarana atau medium yang tepat dan sesuai atau serasi dengan situasi dari komunikan.
Kebijaksanaan atau politik propaganda yang menentukan isi dan tujuan yang hendak dicapai. Dilakukan secara terus menerus. Terdapat proses penyampaian gagasan, ide/kepercayaan, atau doktrin.
Mempunyai tujuan untuk mengubah opini, sikap, dan perilaku individu/kelompok, dengan teknik-teknik memengaruhi.
Kondisi dan situasi yang memungkinkan dilakukannya kegiatan propaganda yang bersangkutan.
Menggunakan cara sistematis prosedural dan perencanaan.
Dirancang sebagai sebuah program dengan tujuan yang kongkrit untuk memengaruhi dan mendorong komunikan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau pola yang ditentukan oleh komunikator.

2.6. Analisis masalah
(Studi Kasus Korban Bencana Lumpur Lapindo Pada Harian Umum “Media Indonesia “, Edisi Rabu 21 Maret 2007 Rubrik Analisi; Survei Litbang Media Group)

2.7. Tinjauan Analisis.

Pada Harian Umum (HU) “Media Indonesia” Edisi Rabu 21 Maret 2007 pada rubric “analisis” tentang survey litbang media group mengangkat tema tentang korban Lumpur lapindo. Saya mencoba sedikit mengamati fenomena propaganda yang dijalankan oleh Media Group khusunya pada Koran Harian Umum (HU) “Media Indonesia” tentang korban Lumpur lapindo. Untuk mencoba menganalisis propaganda media maka harus terlebih dahulu kita bahas unsur-unsur komunikasi yang ditawarkan oleh Lasswell. Kenapa? Sebab pada dasarnya formula yang ditawarkan oleh Lasswell mampu menganalisis lebih dalam hal-hal yang terkait dengan kegiatan propaganda.
Adapun unsure-unsur komunikasi yang disodorkan oleh Harold Lasswell diantaranya:
Who : menujukan unsur “siapa” yang terlibat
Says What : menujukan ke”apa”an / isi (content/ message).
In Which Channel : menujukan tentang media yang digunakan.
To Whom : menujukan pada siapa tujuan dari propaganda tersebut (komunikan)
With What Effect : Menujukan pada efek yang ditimbulkan.
Sikon : menujukan situasi yang terjadi pada saat bersamaan semisal terjadi konflik, stabil, labil.
Teknik: menujukan pada cara yang dilakukan untuk proses tersebut.
Kebijakan : menujukan pada acuan atau hal yang ingin diraih.

Berangkat dari sanalah mari kita bersama menganalisis proses propaganda pada Harian Umum (HU) “Media Indonesia” Edisi Rabu 21 Maret 2007 pada rubric “analisis” tentang survey litbang media group mengangkat tema tentang korban Lumpur lapindo.
Pertama kita uraikan dari unsur siapa(Who).
Pertama, Jelas sekali pada Survei Litbang Media Group ini yang menjadi kepala (otak) adalah Media Group itu sendiri. Perusahaan yang dipimpin oleh Surya Palloh ini rupanya memanfaatkan betul sekali “kesempatan emas” untuk menciptakan opini public dengan melalui proses propaganda. Walaupun pada dasarnya dalam survei ini melibatkan publik dengan survei yang mencakup 480 responden dewasa yang dipilih secara acak dari buku petunjuk telepon resindesial di kota-kota besar di Indonesia yakni Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan. Namun pada dasarnya Media Group tetap mempunyai “kepentingan” dan agenda setting media tersendiri. Yang mana keduanya (kepentingan dan agenda setting) dibungkusi oleh kegiatan propaganda yang sehalus mungkin. Berangkat dari sini pula, jika kita bisa menelaah lebih dalam maka visi dan misi sebuah media bisa diketahui. Semisal, melalui analisis teks media, analisis framing dan yang lainnya. Kedua, yang terlibat dalam propaganda ini adalah korban lumpur Lapindo.

Kedua, unsur ke”apa”an (Says What),
untuk unsur yang kedua ini kita dapati dari judul (Head Line) besar pada halaman rubrik tersebut. Pada rubrik “Analisis” ini “Media Indonesia” mengangkat judul (Head Line) “Korban Lumpur Panas Dianaktirikan”. Dari judul tersebut secara langsung maka pertanyaan tentang topik apa yang diangkat oleh Media Indonesia terjawab. “Media Indonesia” Edisi Rabu 21 Maret 2007 pada rubric “analisis” tentang survey litbang media group mengangkat tema tentang korban Lumpur lapindo, fokus analisisnya lebih kepada keadaan dan nasib para korban lumpur lapindo yang dianaktirikan atau tidak diperhatikan. Semakin jelaslah dalam hal ini, “Media Indonesi” tengah berupaya untuk melakukan propaganda kepada seluruh pihak khususnya dalam hal ini tertuju kepada pemerintah, agar lebih memperhatikan dan mengutamakan korban lumpur lapindo.
Lebih dalam lagi jika kita analisis lewat analisis teks media, maka semakin jelasnya upaya propaganda “Media Indonesia”. Misalnya “Media Indonesia” menulis: “Ironisnya, nasib warga Porong korban luimpur sampai hari ini masih tak menentu, meski pada tingkat kebijakan sudah ada perjanjian bahwa Lapindo akan mengganti semua aset pihak lain, termasuk warga, yang lenyap karena luberan lumpur panas. Hak mereka atas tanah tempat tinggalnya yang tenggelam, yang seharunya sudah emreka terima hingga kini belum juga cair” (paragraf.12).

Ketiga, unsur media yang digunakan (In Wich Channel).
Para proses propaganda yang dilakukan oleh “Media Indonesia” ini media yang digunakan tentunya adalah koran atau media cetak, karena pada dasarnya “Media Indonesia” bergerak dalam dunia media cetak. Namun jika kaca mata analisisnya ditujukan kepada “Media Indonesia” dalam menghimpun data dan opini masyarakat (publik) yang dimaksudkan untuk mengetahui opini yang sedang berkembang di masyarakat, maka “Media Indonesia” menggunakan media survei yang dilakukan oleh Litbang Media Group dengan melakukan wawancara terstuktur dengan kuesioner melalui telepon kepada masyarakat di enam kota besar yakni Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan. Namun hasil survei yang dilakukan oleh Media Group, tulis “Media Indonesia” tidak dimaksudkan mewakili pendapat seluruh indonesia, namun hanya masyarakat pengguna telepon residensial di kota tersebut. Dan Margin of Error survei tersebut plus minus 4,6 % pada tingkat kepercayaan 95%. (paragraf. 2).

Keempat, unsur siapa yang dituju dari propaganda tersebut / komunikan (To Whom).
Mengacu pada unsur yang keempat ini, sebenarnya berdasarkan analisis saya maka yang dituju oleh propaganda “Media Indonesia” adalah seluruh pihak. Namun jauh dari itu, pasti setiap masalah tidak selalu general ditujukan kepada seluruh pihak, pasti ada pihak yang dikhususkan. Begitu juga dengan propaganda yang dilakukan oleh “Media Indonesia” juga. Maka yang menjadi fokus propaganda (sebenarnya) adalah pemerintah. Dari judul (Head Line) saja “Korban Lumpur Panas Dianaktirikan” sudah terlihat bagaimana “Media Indonesia” menilai kinerja dan peran pemerintah terhadap korban Lapindo yang hanya menganaktirikan. Selain itu juga hal ini diperkuat dengan teras (lead) yang ditulis “Media Indonesia”: “Mayoritas masyarakat menilai tidak puas terhadap kinerja pemerintah dalam menangani korban lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Bahkan, mayoritas menilai korban juga kurang mendapat perhatian pemerintah bila dibandingkan dengan korban bencana alam lainya”.

Kelima, unsur efek yang ditimbulkan (With What Effect).
Jika menganalisi dari segi efek yang ditimbulkan khususnya topik yang diangkat yaitu korban lumpur yang dianaktirikan, “Media Indonesia menulis: “Ketidakjelasan soal pembayaran ganti rugi tersebut membuat kehidupan puluahn ribu warga Porong juga semakin tidak jelas. Tak terbayangkan bagaimana hancurnya kehidupan mereka akibat Lumpur panas yang yang menenggelamkan rumah-rumah dan tempat kerja mereka. Mendadak ribuan orang terpaksa mengungsi jauh dari tempat tinggalnya. Sekaligus berarti mereka juga kehilangan mata pencaharian, baik dari lahan pertanian maupun pabrik-pabrik yang terpaksa ditutup” (Paragraf.16). Dari tulisan “Media Indonesia” di atas jelasnya sungguh besar efek yang ditimbulkan oleh kinerja pemerintah yang setengah hati sehingga menganaktirikan korban lapindo. Dan mungkin inilah yang menjadi alasan terkuat bagi “Media Indonesia” untuk melakukan propaganda, harapannya pemerintah bisa lebih memerhartikan kepentingan-kepentingan korban lapindo selayak-layaknya, layaknya seoarang ibu kepada anak kandungnya bukan seperti anak tiri yang dinomorduakan.

Keenam, unsur yang menujukan situasi yang terjadi pada saat bersamaan (Sikon).
Pada dasarnya situasi yang terjadi pada saat bersamaan terlihat damai dan terkendali, walaupun gelombang protes disertai emosi dan histeria kerap menghiasi aksi protes dan unjuk rasa korban Lumpur Lapindo tersebut.

Ketujuh,unsur cara yang dilakukan untuk proses tersebut (Teknik).
Dari foto berita yang dimuat bersamaan dengan tulisan itu maka, kita bisa melihat bagaiman situasi yang terjadi pada korban Lumpur Lapindo. Mereka protes dan berunjuk rasa dengan cara memblokir kereta api, hal ini dilakukan sebagai wujud dari tidak puasnya atas kinerja pemerintah dalam menangani korban Lapindo.

Kedelapan, unsur pada acuan atau hal yang ingin diraih (Kebijakan).
Jika saya simpulkan sebenarnya proses propaganda yang dilakukan oleh “Media Indonesia” berujung pada pendesakan agar pemerintah mengambil alih langsung penanganan korban Lumpur Lapindo. Pemerintah diharapkan All Out dalam menangani kasus ini bukan dengan setangah hati, bisa lebih memperhatikan dan mengutamakan segala kepentingan rakyatnya.


PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Teori-teori yang dikembangkan oleh Lasswell, Ellul dan Bernays adalah penting untuk sejumlah alasan. Secara keseluruhan, penelitian para ulama dibahas dalam makalah ini telah sangat penting untuk memahami media, manipulasi publik, dan pembentukan opini publik.Sementara teori, Lasswell, Bernays, dan Ellul dibentuk tahun lalu, mereka terus membantu kita memahami masyarakat yang mengelilingi kita hari ini.

3.2 KRITIKAN

Teori seperti Ellul cenderung sisi berat dengan model efek langsung, dimana propaganda langsung dapat mempengaruhi pikiran massa.
Inilah garis pemikiran yang menghasilkan titik awal untuk penelitian masa depan di bidang efek terbatas dari media. Efek terbatas seperti ditunjukkan melalui karya Iyengar dan Kinder, serta McCombs dan Shaw.

3.3 SARAN

Teori tersebut harus sesuai dengan garis pemikiran yang menghasilkan titik awal untuk penelitian masa depan di bidang efek terbatas dari media.
 
Kisman.

Management Konflik

Management Konflik
Definisi Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

peran manajemen konflik dalam organisasi

Dalam sebuah organisai, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.

Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain. Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan waktu sebanyak 80 persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal dengan orang lain.

Ketrampilan memproses informasi yang dituntut dari seorang manajer termasuk kemampuan untuk mengirim dan menerima informasi ketika bertindak sebagai monitor, juru bicara (Spekesperson), maupun penyusun strategi.

Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban sebagai manajer untuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik pening dari tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif didalam organisasi bisnis yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang dimaksud dalam instruksi yang diberikan akan sama dengan arti yang diterima olh penerima instruksi demikian pula sebaliknya (the intended meaning of the same). Hal ini harus menjadi tujuan seorang manejer dalam semua komunikasi yag dilakukannya.

Dalam hal me-manage bawahannya, manajer selalu dihadapkan pada penentuan tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh bawahannya (role expectaties) dan konflik dapat menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Manajer yang baik akan berusaha untuk meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan menyelesaikan konflik.

Manajer menghabiskan 20 persen dari waktu kerja mereka berhadapan dengan konflik. Dalam hal ini, manajer bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa pula sebagai mediator atau pihak ketiga, yang perannya tidak lain dari menyelesaikan konflik antar pihak lain yang mempengaruhi organisasi bisnis maupun individual yang terlibat di dalam organisasi bisnis yang ditanganinya.


Definisi Konflik :
 
Menurut Nardjana (1994) Konflik yaitu akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another.
yang kurang lebih artinya konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Menurut Stoner Konflik organisasi ialah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)

Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Ciri-Ciri Konflik :

Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai dengan gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :
1. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).

Sumber-Sumber Konflik :

1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.

B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.

Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

Strategi Mengatasi Konflik
Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:

1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternatif
6) Memilih alternatif
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)

Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik

3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)

Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:

1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).

2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

KOMUNIKATOR POLITIK

KOMUNIKATOR POLITIK

Materi Perkuliahan Komunikator Politik
Siapapun yang berada dalam setting politik bisa disebut sebagai komunikator politik. Dalam Pilkada (pemilihan kepala daerah) yang disebut komunikator politik dalam peristiwa politik itu bisa anggota KPUD, kandidat cabup/cawalkot, tim suksesi bahkan masyarakat yang memilih dan tidak memilih sekalipun mereka semua merupakan komunikator politik.
Dalam Kaitan materi ini komunikator yang dimaksud adalah komunikator politik yang utama atau komunikator utama dalam politik. Komunikator politik disini adalah orang yang secara tetap dan berkesinambungan melakukan komunikasi politik. Oleh karenanya kemudian komunikator politik ini akan dititiktekankan kepada pemimpin dalam proses politik.
Terdapat 3 kategori komunikator politik utama yaitu:
1. Politikus (politics disingkat pols)
Politikus adalah orang yang dipilih, ditunjuk ata pejabat karier yang direkrut menjadi pegawai negeri. Politikus terdiri dari 2 jenis
a. wakil suatu kelompok/langganan, disebut juga makelar, yaitu orang yang melakukan politik dengan tujuan kepentingan politik kelompoknya. Ini seperti politik dagang sapi.
b. Ideolog atau orang yang mengejar tujuan untuk kebajikan lebih luas, bahkan mereka ingin melakukan reformasi atau revolusi sekalian. Para ideolog ini biasanya disebut pesilat lidat yaitu orang yang menawarkan gagasan lebih baik.
Politikus bisa dilihat dari 3 hal
- orang yang berada di dalam atau di luar jabatan pemerintah
- berpandangan nasional atau subnasional (daerah)
- berurusan dengan masalah ganda atau tunggal.
2. Profesional (pros)
Kelompok profesional ini muncul karena adanya media massa seperti koran atau televisi dan media khusus seperti majalah atau radio.
Profesiona disebut juga makelar simbol yaitu orang yang menerjemahkan sikap pengetahuan dan minat suatu komunikast bahasa ke dalam komunitas bahasa lain yang berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti.
Komunikator profesional ini dapat dibagi menjadi 2 jenis :
a. Jurnalis yaitu karyawan organisasi berita. Jurnalis ini memiliki fungsi :
- Mengatur pemimpin pemerintah berbicara satu sama lain.
- Menghubungkan pemimpin pemerintah dengan publik umum
- Menghubungkan publik umum dengan pemimpin pemerintah.
b. Promotor, yaitu orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu seperti :
- Agen publisitas tokoh masyarakat
- Personel humas organisasi masyarakat atau swasta.
- Sekretaris pers kepresidenan.
- Personel periklanan
Perbedaan antara jurnalis dengan promotor adalah :
· tingkat ketidakbergantungan pekerjaan pada perintah majikan
· tergantung pada sumber/khalayak
3. Aktivis politik (voluntary disebut juga vols)
Aktivis politik adalah orang yang terjun ke dalam politik hanya part time (waktu senggang) maka disebut juga volunteer atau sukarelawan. Aktivis politik terdiri dari 2 jenis :
a. Juru bicara kepentingan terorganisasi. Ia menjadi juru bicara atau penyambung lidah kepentingan organisasi contohnya pemimpin gerakan sosial, hasyim muzadi juru bicara Ormas NU.
b. Pemuka pendapat, yaitu orang yang dihormati, diminta petunjuk dan informasi oleh masyarakat berkaitan dengan suatu peristiwa politik. Biasanya pemuka pendapat berfungsi untuk :
- Mempengaruhi keputusan orang lain
- Meyakinkan orang lain kepada cara berpikir mereka
- Meneruskan informasi politikd ari media ke masyarakat.
Dari pembahasan tentang komunikator politik di atas kita bisa melihat tugas komunikator yaitu:
1) perwakilan, terdiri dari wakil partai, jurnalis, juru bicara
2) persuasif, terdiri dari ideolog, promotor dan pemuka pendapat.
Ketika berbicara tentang kepemimpinan maka kita akan membahas tentang proses kelompok, pengaruh kepribadian, seni meminta kerelaan, pengaruh dan interaksi.
Berdasarkan teorinya maka kepemimpinan terbagi kepada 3 hal:
1. Sifat tersendiri, ini sesuai dengan teori orang besar bisa manusia ulung, pahlawan atau pangeran yang menjadi penguasa, contohnya Napoleon, Gandhi.
2. Konstelasi sifat, pemimpin dalam teori ini memadukan sifat dalan sindrom kepemimpinan, seorang pemimpin muncul karena punya kelebihan tertentu dalam dirinya seperti lebih besar, lebih tinggi, lebih cerdas dll.
3. Situasional, kepemimpinan itu ditentukan oleh waktu, tempat dan keadaan. Situasi menentukan siapa pemimpin dan siapa yang dipimpin. Seorang pemimpin partai tingkat kecamatan dia adalah pemimpin di wilayahnya tapi menjadi yang dipimpin ketika berada di partai tingkat kabupaten.
4. interaksi, artinya kepemimpinan dipengaruhi oleh kepribadian pemimpin dengan kebutuhan atau pengharapan pengikut serta situasi yang melingkupinya.
Komunikator politik sebagai pemimpin politik dibahas dalam 6 aspek :
a. Sifat kepemimpinan politik
- Memimpin dengan titik tekan pada tugas, ini biasanya disebut administrator seperti Bung Hatta.
- Memimpin berdasarkan emosi, ini disebut pula solidarity making (pencipta solidaritas) disimbolkan dalam diri Bung Karno yang mampu menyatukan bangsa Indonesia dengan kemampuan retorikanya
b. Tipe pemipin
- Pemimpin organisasi yaitu pemimpin formal seperti politikus, profesional atau aktivis juru bicara
- Pemimpin simbolik yaitu pemimpin nonformal seperti pemuka pendapat.
c. Ikatan Komunikasi
Ikatan komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin berdasarkan keuntungan yang diperoleh diantara keduanya. Keuntungan itu bisa berupa :
- Keuntungan material seperti harta, tanah dll
- Keuntungan solidaritas yaitu kebanggaan karena menjadi anggota organisasi tertentu.
- Keuntungan ekspresif yaitu nilai seseorang atau juga keterwakilan pendapat masyarakat oleh seorang pemimpin.
d. Citra pemimpin politik yaitu persepsi masyarakat tentang peran politik seseorang seperti pengalamannya dan gaya politik seseorang seperti kejujuran dan intelegensianya.
e. Karakter komunikator. Seorang komunikator politik bisa dilihat dari karakter (ciri) yang dibawanya seperti sosioekonominya yang tinggi, gelar akademisnya, posisinya dalam organisasi dll.
f. Pemilihan pemimpin. Pemilihan pemimpin dalam komunikasi politik dilakukan dengan pemilihan (umum) seperti presiden, ditunjuk seperti menteri atau diangkat melalui rekrutmen negara (pejabat karier) seperti dirjen.