Minggu, 25 November 2012

FIGUR NASIONAL


MOHAMMAD NATSIR SANG KUTU BUKU


Siapa yang tidak kenal dengan Mohammad Natsir sang tokoh besar yang menjadi pemimpin dan panutan. Beliau adalah tokoh pergerakan Islam dengan pemikiran yang revolusioner. Selain pemikir beliau adalah arsitek Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) . Beliau adalah pendiri partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sewaktu orde lama yaitu saat Bung Sukarno menjadi Presiden Republik Indonesia ( RI ).

Mohammad Natsir ( 17 Juli 1908 – 6 Februari 1993 ) adalah sosok yang lurus, menyatukan kata-kata dengan perbuatan, politikus bersih, tajam dan konsisten dengan sikap yang diambil serta bersahaja.¹
Kesederhanaan beliau terlihat ketika menjadi Menteri Penerangan zaman Pemerintahan Bung Karno , beliau memakai kemeja tambalan , sebuah penampilan apa adanya dan terkesan jujur. Jarang sekali pejabat pemerintah yang berlaku seperti itu dan sulit kita temui saat ini. Beliau juga pemimpin Dewan Da’wah Islamiyah selepas dari jabatan politik. Mohammad Natsir adalah sosok artikulatif yang selalu memelihara kehalusan tutur katanya dalam berpolitik.²

Menjadi orang besar mempunyai rahasia tersendiri dalam setiap kehidupan seorang tokoh. Berkaca dari  perjalanan hidup Natsir, beliau adalah seorang pembelajar dan intelektual cerdas bahkan menjadi kutu buku. Terbukti saat Natsir muda belajar di SMA yang kala itu namanya Algemeene Middlebare School ( AMS ) sekolah Hindia Belanda yang hampir semua bahasa pengantarnya berbahasa Belanda.
Tiga bulan pertama di AMS, ujian berat bagi Natsir adalah bahasa. Ia selalu diejek  karena tidak fasih berbahasa Belanda. Kemudian ia mulai menyadari pentingnya menguasai bahasa sehingga mulailah mengatur waktunya yaitu setiap sore ia belajar bahasa Latin dan selepas maghrib ia mempelajari pelajaran sekolah. Nyaris tak ada waktu libur.

Tiap hari, selepas sekolah, Natsir pergi ke perpustakaan Gedung Sate untuk melahap buku-buku bibliotek. Targetnya, satu buku satu minggu ( one book one week ) . Hal yang penting ia dalami dirumah, ia juga memberanikan diri untuk terus menerus bercakap bahasa Belanda. 4

Seiring dengan bertambahnya kemampuan bahasa Belanda, Natsir kemudian mengikuti lomba mendeklamasikan  syair bahasa Belanda berjudul “ De Bandjir “ , sebelmnya ia juga berlatih dengan kawannya Bachtiar Effendy yang sudah mampu berbahasa Belanda dengan baik. Berkat tekad dan kemauan keras dalam belajarnya, Natsir meraih juara satu dalam lomba tersebut. Hadiahnya adalah buku karangan Westenenk, Waar Mensen Tigger Buren Ziyn ( Manusia dan Harimau Hidup Sejiran ).5

Sewaktu gurunya si Meener mengajar ilmu bumi ekonomi, gurunya selalu menyindir pergerakan poltik kaum nasionalis. Suatu kali, Meneer memberikan pelajaran tentang “Pengaruh Penanaman Tebu dan Pabrik Gula Bagi Rakyat di Pulau Jawa” ia menugaskan muridnya menulis makalah, bagi Natsir ini membutuhkan dua pekan untuk menyelesaikan tugas paper-nya itu. Tiap hari dia pergi ke perpustakaan untuk mencari literature tentang pabrik gula dan juga jurnal terbitan kaum pergerakan dalam Volksraad yaitu semacam Dewan Perwakilan Rakyat.6

Selain kutu buku, Natsir juga jago dalam menganalisis secara matang dan tajam. Tiba harinya untuk mempresentasikan makalah dengan analisisnya di depan kelas. Ia menyodorkan bukti bahwa tidak benar Jawa menerima keuntungan dari pabrik gula di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yang untung adalah kaum capital dan pejabat bupati yang memaksakan rakyat menyewakan tanahnya kepada pabrik dengan harga rendah.Sehingga setelah mempresentasikan analisinya dengan bahasa Belanda dengan baik, suasana kelas sunyi dan Meneer diam, Natsir pun puas.7

Hidup dalam didikan sekolah Belanda, membukakan jiwa Natsir terhadap dampak buruk penjajahan. Jiwa perlawanannya menyala-nyala. Ketertarikannya pada politik mulai tumbuh. Kepada Ahmad Hassan, pria keturunan India asal Singapura  yang menjadi ahli agama di Organisasi Persatuan Islam itu Natsir datang menimba ilmu agama Islam, menulis dan berdiskusi.8

Sebagai aktivis, Natsir juga aktif berinteraksi dengan tokoh pergerakan. Ia juga menulis di majalah bulanan Pembela Islam sebagai jalan perjuangannya. Natsir adalah seorang yang kutu buku yang melahap habis buku-buku filsafat barat,baik kuno maupun modern, buku sejarah, sastra dan rajin mengikuti berita Internasional dari berbagai jurnal. Natsir juga melahap habis karya-karya Snouck Hurgronje di perpustakaan di antaranya Netherland en de Islam, buku yang memaparkan strategi Hurgronje dalam menghadapi Islam. Buku ini membuat Natsir bertekad melawan Belanda melalui pendidikan.9

Melihat keteladanan Natsir tersebut, maka sudah saatnyalah kaum muda yang intelektual ini harus bangkit, kita harus tumbuh menjadi Natsir-Natsir muda saat ini. Dalam hal berkawan, walaupun Natsir berseberangan secara ideologi dengan Bung Karno, beliau tetap berkawan akrab dan saling menghormati. Itulah kesantunan Natsir dalam membangun kehidupan dengan ideologi Islam.

Maka, sebagai pemuda kita saat ini harus mampu belajar lebih keras lagi untuk masa depan peradaban yang lebih baik, strategi belajar dengan trilogi pembelajaran masih tepat untuk kita gunakan yang meliputi membaca, menulis dan diskusi. Saatnya kita bergerak dan berjuang dalam membangun wawasan intelektual yang tangguh dengan mengenali dan membaca zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar